Kalam Terdalam

Kalam terdalam (1)

Tahapan antara alam Naasut dan alam Malakut adalah Syariat
Tahapan antara alam Malakut dan Jabarut adalah Tarekat
Tahapan antara alam Jabarut dan alam Lahut adalah Hakekat
(Maksudnya : Alam Naasut = Alam Manusia, Alam Malakut = Alam Roh, Alam Jabarut = Alam Gaib, Alam Lahut = Alam Gaibul Gaib).

Allah tidak pernah mewujudkan Diri-Nya dalam sesuatu apapun sebagaimana perwujudanNya dalam Diri Manusia.
“Akulah Pencipta tempat, dan Aku tidak memiliki tempat”
“Aku Ciptakan Malaikat dari Cahaya Manusia, dan Aku Ciptakan Manusia dari cahaya-Ku.
“Aku Jadikan manusia sebagai kendaraan-Ku, dan Aku jadikan seluruh isi alam sebagai kendaraan bagi manusia.”Betapa indahnya Aku sebagai Pencari! dan Betapa indahnya manusia sebagai yang dicari!
Betapa indahnya manusia sebagai pengendara, dan betapa indahnya alam sebagai kendaraan baginya.

(Maksudnya : Allah swt, sebagai pencari sarana, memilih manusia(makhluk yang paling mulia) sebagai kendaraanNya. Betapa Agungnya Dia dan betapa terhormatnya manusia yang telah dipilihNya. Dan merupakan keagungan pula bagi Alam karena telah dijadikan oleh manusia sebagai kendaraan yang membawanya kepada tujuannya.)


“Manusia adalah Rahasia-Ku dan Aku adalah Rahasianya”
(Maksudnya : Jika manusia menyadari kedudukannya di sisi-Ku, maka ia akan berucap pada setiap hembusan nafasnya, “Milik siapakah kekuasaan pada hari ini ?”)

(Maksudnya lagi : Jika manusia mengetahui secara hakiki betapa tinggi kedudukannya dan betapa dekat ia dengan Allah swt, maka ia akan merasa bahwa suatu saat nanti, Allah swt, akan memberikan kekuasaanNya kepadanya. Karena itulah ia akan senantiasa menanti, kapan saat penyerahan itu tiba, dengan kalimat : “Milik siapakah kekuasaan pada hari ini ?”)
Tidaklah manusia makan sesuatu, atau minum sesuatu, dan tidaklah ia berdiri atau duduk, berbicara atau diam, tidak pula ia melakukan suatu perbuatan, menuju sesuatu atau menjauhi sesuatu, kecuali Aku Ada di situ, Bersemayam dalam dirinya dan Menggerakkannya.
Tubuh manusia, Jiwanya, Hatinya, Ruhnya, Pendengarannya, Penglihatannya, Tangannya, Kakinya, dan Lidahnya, semua itu Aku Persembahkan kepadanya oleh Diri-Ku, untuk Diri-Ku. Dia tak lain adalah Aku, dan Aku Bukanlah selain dia.”


Kalam terdalam (2)

Janganlah engkau makan sesuatu atau minum sesuatu dan janganlah engkau tidur, kecuali dengan kehadiran Hati yang “sadar” dan mata yang “awas”.
“Barangsiapa terhalang dari perjalanan-Ku di dalam batin, maka ia akan diuji dengan perjalanan dzahir, dan ia tidak akan semakin dekat dari-Ku melainkan justru semakin menjauh dalam perjalanan batin.”
Kemanunggalan Ruhani merupakan keadaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata,.
Siapa yang percaya denganNya sebelum mengalaminya sendiri, maka ia telah “mengingkariNya”.
Dan siapa menginginkan “ibadah” setelah mencapai keadaan Wushul, maka ia telah “menyekutukanNya”

(Maksudnya : “Penyatuan Ruhani” antara makhluk dan Khaliq tidak akan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Jika seseorang belum mengalaminya sendiri, maka ia akan cenderung mengingkarinya. Dan orang yang mengaku telah mengalaminya padahal belum, maka ia telah “mendustai diri”. Orang yang telah mencapai keadaan ini, tiada yang ia inginkan selain perjumpaan denganNya. Jika ia menginginkan hal lain, meski itu berupa ibadah sekalipun, dalam maqam ini, ia dianggap telah menyekutukanNya dengan keinginannya yang lain itu.) Barangsiapa memperoleh kebahagiaan Azali, maka selamat atasnya, dia tidak akan terhina selamanya. Dan barang siapa memperoleh kesengsaraan Azali, maka celaka baginya, dia tidak akan diterima, dan terhina karenanya.

Aku Jadikan kefakiran dan “keperluan” sebagai kendaraan manusia. siapa saja yang menaikinya, maka ia telah sampai di tempatnya sebelum menyeberangi gunung dan lembah.

(Maksudnya : Kefakiran dan “keperluan” merupakan sarana yang membawa manusia kepada kesadaran akan Jati Dirinya dan kebesaran Allah swt. Orang yang telah sampai pada kesadaran semacam ini berarti telah sampai pada posisinya yang tepat, tanpa harus menempuh perjalanan yang berliku-liku.)

Kalam terdalam (3)
Kematian merupakan saat disingkapkannya hakekat segala sesuatu, dan perjumpaan dengan Tuhan adalah saat yang paling dinantikan oleh orang yang merindukanNya.
Semua makhluk pada hari kiamat akan dihadapkan kepadaKu dalam keadaan tuli, bisu dan buta, lalu merasa rugi dan menangis.
Cinta merupakan tirai yang membatasi antara sang pencinta dan yang dicintai. Bila sang pencinta telah padam dari cintanya, berarti ia telah sampai kepada Sang Kekasih.

(Maksudnya : Cinta tiada lain kecuali keinginan sang pencinta untuk berjumpa dan bersatu dengan yang dicintai. Bila keduanya telah bertemu, maka cinta itu sendiri akan lenyap, dan keberadaan cinta itu justru akan menjadi penghalang antara keduanya.)“Aku Melihat Roh-roh menunggu di dalam jasad-jasad mereka setelah ucapanNya, ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu ?’ sampai hari kiamat.”
Aku melihat Tuhan Yang Maha Agung dan Dia berkata :
“Barangsiapa bertanya kepada-Ku tentang melihat setelah mengetahui, berarti ia terhalang dari pengetahuan tentang melihat. Dan barangsiapa mengira bahwa melihat tidak sama dengan mengetahui, maka berarti ia telah terperdaya oleh melihat Allah swt.’”

(Maksudnya : Mengetahui = Melihat dengan mata hati. Jadi, Melihat = mengetahui)
Kalam terdalam (4)“Aku Yang Paling Mulia di antara semua yang mulia, dan Aku Yang Paling Penyayang di antara semua yang penyayang.”
“Tidurlah di sisi-Ku, maka engkau akan melihat-Ku.”
Tidurlah dengan menjauhkan jasmani dari kesenangan, menjauhkan nafsu dari syahwat, menjauhkan hati dari pikiran dan perasaan buruk, dan jauhkan roh dari pandangan yang melalaikan, lalu meleburlah kedalam DzatKu.
Barangsiapa di antara kalian yang menginginkan kedekatan dengan-Ku, maka hendaklah ia memilih kefakiran, lalu kefakiran dari kefakiran. Bila kefakiran itu telah sempurna, maka tak ada lagi apapun selain Aku.
(Maksudnya : Kefakiran adalah suatu keadaan keperluan. jika seseorang tidak memerlukan apa pun selain Allah swt, jika kefakirannya telah sempurna, baginya, yang wujud hanyalah Allah swt, tak ada selainNya)
“Ambillah manfaat dari do’a kaum fakir, karena mereka bersama-Ku dan Aku Bersama mereka.”

Kalam terdalam  (5)
Tak ada “pesta pora” dan kenikmatan di dalam surga setelah kemunculan-Ku di sana, dan tak ada kesendirian, kesengsaraan dan kebakaran di dalam neraka setelah sapaan-Ku kepada para penghuninya.

(Maksudnya : keinginan dan kenikmatan terbesar manusia di alam akhirat itu hanyalah perjumpaan dengan Allah swt. maka kenikmatan di dalam surga dan kesengsaraan di dalam neraka tidak akan terasa jika dihadapkan pada kenikmatan perjumpaan dengan Allah swt, meski itu hanya dalam bentuk sapaan belaka)

Jangan peduli pada surga dan apa yang ada di sana, maka engkau akan melihat Aku tanpa perantara. Dan jangan peduli pada neraka serta apa yang ada di sana, maka engkau akan melihat Aku tanpa perantara.

Para penghuni surga disibukkan oleh surga, sebagian penghuni surga berlindung dari kenikmatan didalamnya, dan para penghuni neraka disibukkan oleh-Ku, sebagian penghuni neraka berlindung dari jilatan api.

(Maksudnya : Penghuni surga yang berlindung dari kenikmatan, mereka terlena sehingga lupa akan kenikmatan yang paling besar, yakni perjumpaan dengan Allah swt)
Sesungguhnya Aku memiliki hamba-hamba “Khusus” yang Derajat mereka tidak diketahui oleh siapapun dari penghuni dunia maupun penghuni akhirat, dari penghuni surga ataupun neraka, tidak juga malaikat malik ataupun ridwan, karena Aku tidak menjadikan mereka untuk surga maupun untuk neraka, tidak untuk pahala ataupun siksa, tidak untuk bidadari, istana maupun pelayan-pelayan mudanya. Maka beruntunglah orang yang mempercayai mereka…

Di antara tanda-tanda mereka di dunia adalah : 
Tubuh-tubuh mereka terbakar karena sedikitnya makan dan minum,  Nafsu mereka telah hangus dari syahwat,  Hati mereka telah hangus dari pikiran dan perasaan buruk, 
Ruh-ruh mereka juga telah hangus dari pandangan yang melalaikan. Mereka adalah pemilik ke-Abadi-an yang terbakar oleh Cahaya perjumpaan.

Kalam terdalam (6)
Tak seorang pun dari ahli maksiat yang jauh dari-Ku, dan tak seorangpun dari ahli ketaatan yang dekat dari-Ku.”

(Maksudnya, walaupun seseorang termasuk ahli maksiat, Allah swt, tetap dekat dengannya sehingga jika ia mau bertobat, Allah swt pasti menerimanya. Dan janganlah seorang yang taat menyombongkan diri atas ketaatannya, karena dengan begitu ia justru akan semakin jauh dari Allah swt, memiliki perasaan kekurangan dan penyesalan itulah yang menyebabkan seseorang dekat kepada Allah swt)

Kalangan maksiat, yang merasa memiliki kekurangan dan rasa penyesalan maka ia dekat dengan-KU

Merasa memiliki kekurangan merupakan sumber cahaya, dan mengagumi cahaya diri sendiri merupakan sumber kegelapan.

Ahli ketaatan selalu mengingat kenikmatan, dan ahli maksiat selalu mengingat Yang Maha Pengasih

Aku Dekat dengan pelaku maksiat setelah ia berhenti dari kemaksiatannya, dan Aku Jauh dari orang yang taat setelah ia berhenti dari ketaatannya

Ahli maksiat akan tertutupi oleh kemaksiatannya, dan ahli taat akan tertutupi oleh ketaatannya. 

Dan Aku memiliki hamba-hamba selain mereka, yang tidak ditimpa kesedihan maksiat dan keresahan ketaatan.

Sampaikan kabar gembira ini kepada para pendosa tentang adanya keutamaan, kemurahan dan ampunan dan sampaikan berita kepada para pengagum diri sendiri tentang adanya keadilan dan pembalasan.

Kalam terdalam (7)
“Katakan kepada para sahabatmu, siapa di antara mereka yang ingin sampai kepada-Ku,  aka ia harus keluar dari segala sesuatu selain Aku” “Keluarlah dari batas dunia, maka engkau akan sampai ke akhirat, dan keluarlah dari batas khirat, maka engkau akan sampai kepada-Ku.”  “Keluarlah engkau dari raga dan jiwamu, lalu keluarlah dari hati dan ruhmu, lalu keluarlah dari hukum dan perintah, maka engkau akan sampai kepada-Ku.” 
……………………………………….

“Wahai Tuhanku, shalat seperti apa yang paling dekat dengan-Mu ?.”  “Shalat yang di dalamnya tiada apapun kecuali Aku, dan orang yang melakukannya “lenyap” dari shalatnya dan tenggelam karenanya.”

(Maksudnya : niat dan perhatian si pelaku shalat hanya tertuju kepada Allah swt, fokusnya bukan lagi penampilan fisik maupun gerakan-gerakan, melainkan kepada makna batiniah shalat itu)

“Wahai Tuhanku, puasa seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” 
“Puasa yang di dalamnya tiada apa pun selain Aku, dan orang yang melakukannya “lenyap” darinya”
“Wahai Tuhanku, amal apa yang paling utama di sisi-Mu ?.”  “Amal yang di dalamnya tiada apa pun selain Aku, baik itu (harapan) surga ataupun (ketakutan) neraka, dan pelakunya “lenyap” darinya.” “Bila engkau ingin memandang-Ku di setiap tempat, maka engkau harus “lenyap” (kosongkan hati dari selain Aku)”

“Wahai Tuhanku, tangisan seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” 
“Tangisan orang-orang yang tertawa.” “Wahai Tuhanku, tertawa seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?” “Tertawanya orang-orang yang menangis karena bertobat.”
“Wahai Tuhanku, tobat seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.”  “Tobatnya orang-orang yang suci.” “Wahai Tuhanku, kesucian seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” 
“Kesucian orang-orang yang bertobat.” “Wahai Tuhanku, apa ilmunya ilmu itu ?.”
“Ilmunya ilmu adalah ketidaktahuan akan ilmu.”

Pencari ilmu di mata-Ku tidak mempunyai jalan kecuali setelah ia mengakui kebodohannya, karena jika ia tidak melepaskan ilmu yang ada padanya, ia akan menjadi “setan”

(Maksudnya : Ilmu yang sesungguhnya adalah yang ada di sisi Allah swt, sementara ilmu yang kita miliki hanyalah semu dan palsu… Selama manusia tidak melepas kepalsuan itu, ia tidak akan menemukan ilmu sejati… Ilmu sejati tidak akan berlawanan dengan perbuatan… “Setan” adalah contoh pemilik ilmu yang perbuatannya berlawanan dengan ilmu yang dimilikinya)

Kalam terdalam (8)
“Wahai Tuhanku, apa makna kerinduan ?”
Engkau mesti merindukan-Ku dan mengosongkan hatimu dari selain Aku. jika engkau mengerti bentuk kerinduan maka engkau harus lenyap dari kerinduan, karena ia merupakan penghalang antara si perindu dan yang dirindukan.

Bila engkau berniat melakukan tobat, maka pertama kali engkau harus bertobat dari nafsu, lalu mengeluarkan pikiran dan perasaan buruk dari hati dengan mengusir kegelisahan dosa, maka engkau akan sampai kepada-Ku. Dan hendaknya engkau bersabar, karena bila tidak bersabar berarti engkau hanya bermain-main belaka.

Perjuangan spiritual (mujahadah) adalah salah satu lautan di samudera penyaksian (musyahadah) dan telah dipilih oleh orang-orang yang sadar.

“Barangsiapa hendak masuk ke samudera musyahadah, maka ia harus memilih mujahadah, karena mujahadah merupakan benih dari musyahadah dan musyahadah tanpa mujahadah adalah mustahil”.
“Barangsiapa telah memilih mujahadah, maka ia akan mengalami musyahadah, dikehendaki atau tidak dikehendaki.”

(Maksudnya : Mujahadah adalah perjuangan spiritual dengan cara menekan keinginan-keinginan jasmani, nafsu, dan jiwa, agar tunduk di bawah kendali ruh kita. Musyahadah adalah penyaksian akan kebesaran dan keagungan Allah swt, melalui tanda-tanda keagungan-Nya di alam ini)

Para pencari jalan spiritual tidak dapat berjalan tanpa mujahadah, sebagaimana mereka tak dapat melakukannya tanpa Aku.

Berbahagialah seorang hamba yang hatinya condong kepada mujahadah, dan celakalah bagi hamba yang hatinya condong kepada syahwat.

Surga dan Neraka, Disini !

TENTANG SURGA DAN NERAKA

Sesungguhnya bagi yang sudah mampu kembali kepada-Nya seperti para Nabi, Rasul dan para Wali-wali Allah, jelas mereka tidak tinggal di Surga melainkan telah berada ditempat tertinggi, manunggal dengan Tuhannya sehingga kenikmatan bersama-Nya bersifat kekal dan abadi. Inilah yang disebut “SURGA” yang tertinggi. Kebahagiaan yang dirasakan adalah kebahagiaan absolut yang berada diluar jangkauan angan-angan manusia.

Kebahagian disini lahir dalam “Diri” sendiri, bukan kebahagiaan yang datang dari luar dirinya. Inilah kebahagiaan kekal yang tidak bisa digambarkan oleh pikiran kita. Tentu hanya mereka sendiri yang bisa merasakannya.

Sebagaimana dalam Al-Quran surah As-Sajdah ayat 17.
Artinya :

Tak seorang pun mengetahui kebahagiaan yang disembunyikan bagi mereka, sebagai imbalan terhadap kebajikan yang mereka lakukan.

Surga yang masih merupakan alam ciptaan Tuhan, sesungguhnya adalah target jangka pendek bagi manusia. Dikarenakan manunggal dengan Tuhan memang tidak mudah, paling tidak manusia diharapkan minimal mendapat surga dengan perbuatan yang baik selama hidupnya sekarang. Itulah sebabnya iming-iming surga banyak disebut dalam Quran dan Hadist.

Dengan melalui tangga-tangga surga, maka kita akan lebih cepat sampai kepada-Nya ketimbang mereka yang kualitasnya masih level Neraka.

Dimanakah sebenarnya letak surga dan neraka itu?

Banyak yang tidak menyadari bahwa bumi tempat kita tinggal inilah salah satu Surga sekaligus Neraka ciptaan-Nya.Tentu bumi ini bukanlah satu-satunya ciptaan Allah, melainkan banyak bumi (planet) lain yang juga diciptakan Allah. Jadi surga dan neraka itu adanya dibumi yang diciptakan Allah dengan kualitas yang berbeda-beda (bertingkat).

Dalam Al Quran telah dijelaskan bahwa surga ternyata memiliki berbagai tingkatan :
Surah Al-Zumar(39) : 20.
Artinya :

Tempat  yang tinggi, diatasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. Allah telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya.


Surga atau planet sebagaimana yang dijelaskan pada ayat tersebut ternyata memiliki jarak yang lebih jauh dan juga kualitas alam yang lebih baik daripada bumi yang kita tempati sekarang ini. Semakin tinggi kualitas surga tentu akan semakin nyaman manusia tinggal didalamnya.

-         Kualitas air yang jauh lebih sehat dan nikmat untuk diminum,
-         Kualitas buah-buahan yang ranum dan lebih cepat berbuah kembali seakan-akan tidak pernah habis,
-         Kualitas fisik manusia yang lebih rupawan dan lain sebagainya.

Dengan banyaknya tingkatan surga inilah maka dalam Al-Quran disebutkan bahwa surga itu seluas langit dan bumi.

Tentu surga sebagaimana ayat diatas bisa kita dapatkan asal kita banyak menebar kebajikan.

Semakin banyak kita berbuat kebajikan maka semakin tinggi pula kualitas surga yang bisa didapatkan. Namun sebaliknya, semakin buruk perbuatan kita maka yang didapat pun akan buruk pula yakni bumi yang dipenuhi oleh kesengsaraan hidup.

Bumi-lah tempat manusia menerima buah dari segala yang dikerjakannya, sebagaimana firman Allah,
Dalam Surah Al-Jaatsiyah(45) : 22
Artinya :

Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya dan mereka tidak akan dirugikan.

Jadi, bagi kita yang merasakan kedamaian hidup di bumi yang sekarang kita pijak ini berarti kita mendapat surga. Bisa jadi dengan mendapat materi yang cukup, keluarga yang sakinah, kematangan spiritual dan berbagai kebahagian hidup lainnya, sebaliknya bagi kita yang merasa di dunia mengalami kesengsaran hidup yang seakan tiada putusnya maka berarti kita mendapat neraka. Jadi, surga itu sebenarnya bermakna kebahagiaan batiniah dan neraka bermakna kepedihan batiniah. Jadi yang ingin dituju dari pengertian surga dan neraka sebenarnya bukanlah fisik buminya melainkan batin manusia yang menempatinya.

Oleh karena batin itu bukan benda maka dalam Al-Quran, surga atau neraka dijelaskan secara metafor (perumpamaan) dan perumpamaan surga dalam Quran pun disesuaikan dengan iklim alam bangsa Arab pada saat itu yang panas dan gersang.

Dengan menggambarkan surga seperti taman yang indah maka diharapkan mereka terpikat dengan surga sebab surga seperti itu memang kontras sekali dengan iklim mereka yang panas dan gersang.

Tidaklah heran jika ada orang Arab yang pergi ke puncak Ciawi, Jawa Barat akan terpana seakan-akan melihat surga yang disebut-sebut oleh Al-Quran.

Permisalan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa inilah suatu lingkungan yang didalamnya mengalir sungai-sungai. Segalanya serba berkekekalan. Begitu pula naungannya. Itulah tujuan bagi orang-orang yang bertaqwa. Adapun akhir bagi mereka yang kafir adalah api.(Q.S Ar Ra’d (13) : 35)

Jika orang bertakwa mendapat surga maka sebaliknya mereka yang kafir  balasannya adalah api. Tapi bukan api yang sesungguhnya. Ini adalah permisalan. Kalau neraka itu benar-benar api yang membakar maka tentunya manusia tidak akan sempat bertengkar di dalam neraka sebagaimana yang diceritakan pada ayat berikut :

Dan mereka sedang bertengkar di dalam neraka. Demi Allah : “Sungguh kita dahulu dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu denganTuhan semesta alam”. (Q.S As Syu’araa (26) : 96-98)
-
Sesungguhnya itu pasti terjadi, yaitu pertengkaran penghuni neraka.(Q.S Shaad (38) : 64)

Jelaslah bahwa neraka adalah ancaman nyata sekarang ini. Jika manusia melakukan perbuatan kafir (melakukan perbuatan keji dan mungkar) di muka bumi ini sudah tentu neraka pun akan tercipta dengan sendirinya. Makannya itu dalam Al-Quran kita banyak sekali mendapati ayat yang memerintahkan manusia agar tidak berbuat kerusakan dibumi. Ini mengandung arti bahwa kehidupan kita dibumi yang sekarang masih akan berhubungan dengan kehidupan yang akan datang.

Bumi adalah salah satu surga sekaligus neraka-Nya. Lah kalau kita sekarang berbuat kerusakan dibumi lalu bagaimana surga bisa terwujud kelak? Bumi rusak ya berarti surga juga rusak. Tidak ada lagi kebahagaian (surga). Yang muncul malah kesengsaraan (neraka).

Dari uraian-uraian diatas kita bisa memahami bahwa keadaan surga dan neraka hanyalahPERMISALAN. Surga dan neraka intinya adalah tentang KEBAHAGIAN danPENDERITAAN batin. Surga dan neraka bukan alam yang terpisah. Surga dan neraka adalah suatu perumpamaan (simbol) yang menjelaskan keadaan jiwa atau batin yang dialami manusia.

Al-Quran banyak menggunakan simbol agar ia bisa dipahami untuk segala tingkat intelektualitas. Kebanyakan dari kita hanya mampu menafsirkan Quran secara harfiah (teks belaka), hanya sedikit yang mempunyai kemampuan menafsirkanAl Quran secara mendalam.
Firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Ankaabut(29) : 43.
Artinya :

Perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang BER-ILMU.

Untuk lebih memahami bahwa surga dan neraka bukanlah alam yang terpisah, coba kita simak ayat yang berikut ini:
Surah Al-Imran(3) : 133.

Dan ber-segara-lah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya selangit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.

Surah Al-Hadid (57) : 21.

Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapat) ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi….

Sahabat nabi pernah menanyakan makna ayat diatas : “Dimana neraka ya Rasulullah bila surga itu luasnya sama dengan luas seluruh langit dan bumi?”

Lalu Rasulullah menjawab dengan bijak :

“Dimanakah malam bila siang telah datang?”.

Kata Rasul tersebut jelas sekali menerangkan bahwa surga dan neraka bukanlah alam yang tepisah.

Pada surah Al Mu’min dibawah akan semakin jelas bahwa mereka yang masuk surga pun ternyata tidak terlepas dari balasan kejahatan. Bahkan Nabi Adam pun menurut cerita yang sering kita dengar justru tergoda oleh iblis di dalam surga. Itulah kenapa ada doa agar orang-orang mukmin yang di surga dijauhkan dari balasan kejahatan.

Ya Tuhan kami dan masukanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh diantara bapak-bapak mereka dan istri-istri mereka dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. (Q.S Al Mu’min (40) : 8-9)

Dengan memahami bahwa surga dan neraka bukanlah alam yang terpisah maka sesungguhnya kita harus menciptakan surga itu dari sekarang. Tidak perlu menunggu sampai mati. Caranya dengan :

-         Senantiasa memelihara bumi, dengan tidak melakukan kerusakaan atau kejahatan,
-         Senantiasa berbuat kebajikan untuk bekal di kehidupan yang akan datang.

Jika kita mampu membangun surga di dunia ini maka di kehidupan akherat (kehidupan yang akan datang) otomatis kita akan memperoleh surga yang kualitasnya lebih tinggi dan begitu seterusnya sampai kita menuju tangga “surga” yang terakhir yaitu kembali kepada-Nya. Inilah kebahagiaan yang kekal!

Tahapann Sakaratul Maut

TAHAPAN – TAHAPAN SAAT SAKRATUL MAUT :

1. Pertama yang datang kepada kita adalah cahaya HITAM dia datang kepada kita menawarkan kerajaan-nya, jika kita mengikutinya maka jadilah kita MINERAL-MINERAL.

2. Kedua datang kepada kita cahaya MERAH, kembali dia menawarkan kita untuk ikut dalam kerajaan-nya jika kita mengikutinya maka jadilah kita BATU atau BESI.

3. Jika kita dapat menghalau ajakan yang kedua maka selanjutnya datang kepada kita cahaya KUNING, kembali dia menawarkan kerajaan-nya kepada kita, jika kita mengikutinya maka jadilah kita TUMBUH-TUMBUHAN.

4. Jika berhasil kita lolos dari ajakan ke-tiga maka datang kepada kita cahaya HIJAU, dia-pun sama menawar-kan kerajaan-nya kepada kita, jika kita mengikutinya maka jadilah kita BINATANG YANG HARAM.

5. Setelah itu datang-lah cahaya PUTIH yang sangat menawan kita, jika kita mengikutinya maka jadilah kita BINATANG YANG HALAL yang kemudian kemaren pada saat hari raya IDUL ADHA dibebaskan-lah mereka dari penjara, permasaalahannya adalah mereka yang membebaskan harus memahami-nya jangan sampai terlepas dari penjara KAMBING masuk ke mulut BUAYA.

6. Pada tahapan reinkarnasi yang ke-enam datang-lah SUARA YANG SANGAT KERAS kepada kita, disini jika kita mengikutinya maka kita akan ter-lahir sebagai MANUSIA KAFIR.

7. Yang ke-tujuh datang kepada kita adalah RUPA KITA YANG SANGAT ELOK, seraya berucap salam dan berkata “anda adalah saya dan saya adalah anda, saya adalah utusan tuhan yang datang untuk menjemput anda, lihat-lah kerajaan-mu” jika kita mengikuti dia pada waktu itu maka kita terlahir sebagai MANUSIA MUSLIM saja. 

Tahapan Reinkarnasi dari SATU sampai dengan TUJUH ini, baiknya di- TOLAK. 
Carilah DELAPAN sampai dengan TIGA BELAS…

Tabungan Tak Kasat Mata

Tentu tahu sebuah hukum fisika, bernama, hukum kekekalan energi…yaitu energi awal=energi akhir.
Energi yang tersedia pada mula-mula, lalu terpakai, maka jumlahnya tak akan berubah, yang berubah, mungkin hanyalah bentuknya, namun besarnya tetap sama.

Hukum ini tidaklah sebuah omong kosong, karena pada kenyataannya, alam semesta terbentuk, dari sebuah bola padat bermassa jenis sangat besar, yang dengan kata lain, massanya sangat sangat besar, tetapi volumenya keci, kecil sekali, konon, menurut para ahli, besarnya hanya sebesar bola tenis.

Bola tersebut bermuatan energi mahadahsyat, yang kemudian, dengan izin-Nya, energi itu meledakkan bola itu…Terus mengembang, dan mengembang, membentuk alam ini, dengan keseimbangan yang sangat presisi. Subhanallah…

Dari penemuan para ahli, yang teman-teman bisa membacanya di buku-buku astronomi, dan buku-buku ensiklopedia alam semesta, terbukalah sebuah fakta, fakta yang seharusnya meruntuhkan keyakinan kaum atheis, bahwa alam semesta ini memiliki pencipta…

Ketika alam semesta ini tercipta, apakah mungkin, semua ini terbentuk, tersusun, hanya oleh sebuah kebetulan. Dari mana energi mahadahsyat yang terdapat di dalam bola tenis alam semesta. Dari mana munculnya bola tenis itu sendiri? Hanya Tuhan lah yang mampu menciptakan, menempatkan semua itu pada tempatnya…

Kebetulan…Tak akan pernah sesempurna ini…

Teman tentu tahu, bahwa, orbit bumi kita ini, sedemikian presisinya, sehingga, bila meleset sedikit saja, bumi ini tak akan berputar dan berevolusi seperti sekarang. Bumi ini mengandung udara yang sangat cocok dengan paru-paru kita, sehingga bila komposisinya meleset sedikit saja, rusak lah paru-paru dan kehidupan di bumi ini…

Itulah yang membuat saya semakin yakin, bila ada permulaan, pasti akan ada akhirnya pula…Awal dari semua ini adalah Allah SWT., maka akhirnya pun adalah Allah Swt.

Begitu pula kita sebagai manusia, berasal dari tanah, dan akan berakhir pula di dalam tanah. Berawal dari Nabi Adam yang terbuat dari tanah, dan akan berkahir pada manusia terakhir, yang mati, rata dengan tanah.

Begitulah semuanya tercipta. Awal dan akhirnya akan selalu sama. Hal ini berlaku untuk semua hal, bila ditinjau secara luas, secara satu siklus besar, bukan hanya satu bagian.

Kembali lagi ke hukum kekekalan energi…

Energi yang terdapat di bumi kita tercinta ini pun terus berputar, tak pernah berubah, tak pernah berkurang, mungkin bertambah karena terperangkapnya energi radiasi matahari, yang membuat bumi ini semakin panas. Selebihnya, energi di bumi ini selalu sama. Sama halnya dengan energi yang kita gunakan untuk beraktivitas…energi yang kita pergunakan untuk berkarya, akan berubah menjadi  sebuah karya. Ketika kita berpikir, maka akan ada hasilnya, yaitu ide atau buah pikiran yang kelak menjadi sebuah karya.Begitu seterusnya.

Namun pernahkah kita berpikir, bahwa ada kalanya usaha yang kita lakukan, tidak sebanding dengan hasil yang kita dapatkan dan kadang semua itu membuat kita berpikir, Tuhan itu tidak adil, Allah itu tidak adil…

Padahal…Allah Yang MahaAdil, tak pernah mengecewakan hamba-hambaNya yang telah berusaha mengerjakan sesuatu…Pernahkah kita berpikir, bahwa, ketika usaha baik kita, tidak dibalas dengan hasil yang setimpal, bagian usah kita tersebut, sedang ditabungkan oleh Allah kepada tabungan amal kita…dalam bentuk pahala…Ada halnya usaha yang kita lakukan setimpal dengan hasilnya, maka itu berarti Allah membalas usaha kita dengan pahala yang konkrit, tapi tenang saja, karena tetap ada usaha yang disimpan Allah dalam tabungan amal kita…

Tabungan ini nyata teman, namun kasat mata.

Yah gampangnya, balasan yang akan kita terima dari setiap perbuatan baik yang kita lakukan ada dua, yaitu balasan nyata, berbentuk ucapan terima kasih, atau materi yang bertambah ke pundi-pundi kita, atau bisa apa saja berbentuk konkret. Ada juga balasan yang ditabungkan dalam bentuk pahala.

Tabungan amal ini akan terus bertambah seiring dengan perbuatan baik yang kita lakukan. Nah, proses pencairan pahala ini, bisa kita lakukan dengan berdoa. Yaitu semoga pencairan tabungan ini menjadi sesuatu balasan yang konkret yang kita inginkan. Misalnya saat ujian masuk perguruan tinggi, atau pada saat ujian. Karena kadang, ketika usaha itu belum cukup, Allah bisa saja mencairkan pahala kita…Itulah the power of do’a…

Sebaliknya, begitu juga dengan perbuatan buruk. Perbuatan buruk bisa dimisalkan dengan berhutang pahala. Yaitu berhutang di tabungan amal. Dengan saldo yang terus menerus negatif, jika kita terus berbuat maksiat, maka bersiap-siaplah untuk ditagih hutang amalnya, dengan cara diberi musibah…

Menurut saya, pemberian musibah, cobaan, pada seseorang sangatlah mengandung hikmah, selain menjadi pembayar hutang amal, atau menggugurkan dosa, bisa juga membuat kita menjadi jera, dan sadar. Sebaliknya jika kita tak pernah ditimpa musibah atau cobaan, bersiaplah untuk ditagih di akhirat nanti…ini yang paling ngeri… na’udzubillah min dzalik…

Jadi, tak ada yang namanya ketidakadilan di dunia ini, di alam ini. Yang ada hanya, balasannya disimpan dahulu oleh Allah SWT.

Tidak ada energi yang terbuang, yang hanya adalah energi yang tersimpan dalam bentuk energi potensial…

Begitu juga dengan amal kita…tidak ada yang sia-sia.. Yang ada hanya Allah menabungkannya untuk kita nanti…dan semoga dicairkan saat kita sedang membutuhkan…

aamiin… namun bila dosa, telah biasa terlaku, bersiaplah, Allah akan menagih hutang amalmu…cepat atau lambat…yang kuharap cepat…

Tuhan tahu, tapi menunggu…

Wallahu’alam bis sawab…

Tuhan yang Tinggal di Kamar Sebelah

Isra Mi’raj adalah sebuah discovery. Jika hari kemarin dianggap sebagai hari penting yang layak diperingati dan direnungkan oleh umat Islam, itu karena Isra Mi’raj adalah capaian tertinggi yang dapat dilakukan oleh seorang manusia.

Akal kita memang tertutup terhadap hal-hal ghaib, oleh karenanya yang ghaib mustahil dapat dipikirkan, ditemukan atau dibuktikan. Tetapi ghaibnya Tuhan berbeda, Dia bisa di-discover. Dan Muhammad SAW telah berhasil men“discover”Nya melewati ujung langit paling tinggi Baitul Makmur, di Sidratul Muntaha.

Sidratul Muntaha secara harfiah berarti “Pohon Terang”, simbol ilmu pengetahuan paling tinggi bagi masyarakat Timur Tengah. Umat Nasrani memiliki “Pohon Natal”. Begitu juga umat Yahudi, nabi Musa melihat “Pohon Yang Terbakar” saat menerima wahyu di bukit Sinai. Dalam sufisme, puncak ilmu pengetahuan ini biasa mereka sebut sebagai “penyatuan” dengan Tuhan, Manunggaling Kawulo Gusti.

Sejak kecil Muhammad SAW telah menunjukkan, bahwa dirinya adalah seorang pencari “ilmu” yang tak kenal lelah. Dia berguru kepada irama angin gurun dan derap dinamika orang-orang disekitarnya. Muhammad SAW tak mengikuti desain apapun tentang pendidikan, sehingga “ilmu” menjadi pengertian yang bermasalah. Tak ada tujuan yang pasti. Tak ada maksud untuk mencapai hasil. Proses belajar Muhammad SAW bukanlah proses untuk “mengetahui” lalu “mendapatkan”, tapi proses untuk “menyadari” lalu “menjadi”. Sampai pada akhirnya Jibril membelah dadanya, mengeluarkan alaqah – bintik hitam – dari hatinya, hingga mata hatinya terbuka dan nyala pikirannya bersinar. Dari situlah kemudian ia mendapatkan “ilmu”dan menemukan hakekat Kebenaran di Sidratul Muntaha.

Ketika agama-agama dengan juru bicaranya yang sengit di mimbar, memandang dunia yang harus terus-menerus dicurigai, wilayah dimana Iblis, bukan Tuhan, yang dekat. Dimana todongan jutaan tangan orang yang berdoa dan jutaan menara tempat ibadah yang mencuat ke langit, seperti moncong-moncong bedil dan meriam yang memusuhi. Tuhan-pun lari ketakutan, bersembunyi didalam ruang gelap yang hampir-hampir tak pernah dikunjungi oleh umat manusia, yaitu hati nurani.

Tuhan yang mengatakan, bahwa Dia lebih dekat dari urat nadi kita, oleh agama-agama ternyata diposisikan begitu jauh. Namun bagi Muhammad SAW, dengan “pengetahuan”nya itu, dia telah meletakkan Tuhan sangat dekat. Tuhan yang tinggal di kamar sebelah, Tuhan yang mudah diajak bicara, Tuhan yang disapanya di Sidratul Muntaha dengan segala ketakjuban: “ Segala penghormatan, keberkahan, shalawat dan kebaikkan hanya untukMu, ya Allah” – Attahiyyatul mubarakaatush shalawaatuth thayyibatulillah. Sebuah capaian keilmuan paling tinggi: “bertemu” Tuhan.

“Salam sejahtera wahai Nabi, rahmat dan berkat Allah selalu tercurah kepadamu”, sahut Tuhan – assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh. Berdialog dengan Tuhan, Manunggaling Kawulo Gusti adalah sebuah puncak momen pengetahuan, itu kekal, karena ia berada diluar waktu. Kebahagian merasakan keindahan, keterpesonaan, ketakjuban Muhammad SAW saat bersua dan saling menyapa dengan Sang Cahaya bukanlah sesuatu yang yang terlepas dari obyeknya yang fana atau berlalu melalui ketiadaan.

Momen akan punah, ingatan akan hilang, tapi peristiwa keindahan yang dialami oleh Muhammad SAW adalah puncak ilmu pengetahuan, hakekat Kebenaran. Itu abadi, dia nir ruang, dia nir waktu. Mazdub, istilah sufinya. Tak ada kata yang dapat melukiskan “puncak kenikmatan surgawi” ini. Manusia akan kehilangan kesadaran dan trance atau mazdub, mabuk dalam Tuhan. Kondisi inilah yang selalu ingin dicapai oleh para sufi dalam setiap pendakian spiritual mereka. Lantas, apakah Muhammad SAW mabuk ketika mengalami keadaan surgawi tersebut?. Tidak, sama sekali tidak!. Rasulullah SAW tak pernah mabuk oleh apapun, apakah itu penderitaan atau kebahagiaan, rahmat atau cobaan. Beliau tetap tidak pernah lupa daratan.

Lalu, apa yang Muhammad SAW pikirkan saat mengalami peristiwa dahsyat di Sidratul Muntaha?. Tak lain adalah para sahabat dan para umatnya. Simak katanya kemudian kepada Tuhan, “assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin”- “Sampaikan juga salamMu kepada kami dan orang-orang yang saleh”. Muhammad SAW menggunakan kata “kami”, bukan “aku”, serta orang lain yang saleh. Ini adalah sebuah bukti betapa luhur budi pekerti Rasulullah SAW. Ini juga sebuah bukti bahwa tujuan agama bukanlah Tuhan, tapi manusia itu sendiri.

Langit tergoncang. Para malaikat tergetar mendengar dialog Tuhan dengan Muhammad SAW di Sidratul Muntaha. Betapa mulia hati Muhammad SAW, manusia setengah dewa itu. Kemudian serentak para malaikat bersujud dan memekikkan ikrar : “Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah” – ashadu allaa illaaha illallaah waashadu anna muhammadan rasuulullaah. Itulah Isra Mi’raj, jantungnya ibadah, yaitu menuju Tuhan lalu kembali lagi menuju kepada manusia. Menemui Sang Khalik untuk kemudian kembali melayani mahluk. Manunggaling Kawulo Gusti yang termanifestasikan kedalam Manunggaling Kawulo Kawulo.

Pembaca yang budiman, peristiwa Isra Mi’raj diatas sesungguhnya selalu kita ulang didalam sholat-sholat kita, paling tidak sembilan kali dalam sehari. Bacaan tahiyyat dalam sholat-sholat kita adalah rekaman Isra’ Mi’raj nabi. Ketika di Timur rekaman itu belum selesai diputar, di Barat telah dimulai diputar lagi, begitu seterusnya. Rekaman itu selalu berputar seiring perputaran bumi, tak pernah putus sampai kiamat. Sholat adalah Isra Mi’raj, yaitu menuju kepada Tuhan lalu kembali lagi menuju kepada manusia. Oleh karenanya, jika sholat tidak diletakkan ke dalam sebuah konteks sosial, maka ia hanya seperti sebuah lelucon: sekedar menggerak-gerakkan badan sambil mulut komat-kamit.

Syari'at, Thariqat, Haqiqat & Ma'rifat

Ilmu Syariat itu jadi Khazanah (tempat penyimpanan utama). ilmu Thariqat, Haqiqat dan Ma'rifat terkandung di dalamnya. Ilmu Tarekat itu jadi jalan sejati bila ingin mengetahui Tuhan. Lebih sukar karena sulit. Hati sanubari. Ilmu Hakekat itu pasti. Tahu yang sebenarnya, Kenyataan sifat-sifat Tuhan. Akan tetapi Allah tak dapat dilihat. Terlihat juga hanya pada sifat-sifatNya. Melihat tuhan hanya lah bisa lewat mengenal keagungan sifat dan khalqahNya Ilmu Makrifat yang lebih tinggi, Artinya tahu dengan jelas.

Sadarilah itu dalam hidupmu! Sebab hidup nafas masuk-keluar itulah sebenarnya. Tahu dengan sebenar-benarnya. Bila mata tertutup sifat yang Maha Kuasa nampak bercahaya. Bila mata terbuka tersaksi dalam dzat segala-galanya yang terlihat itu. Ruang alam terang-benderang, ini sifat Yang Maha Agung.

Beramal dalam Islam ada tertibnya. Ada urutan dan susunannya. Ada "progression" nya dari satu tahap ke tahap yang lebih tinggi. Ia bermula dengan Syari'at , kemudian dengan Tariqat , diikuti pula dengan hakikat dan diakhiri dengan Makrifat. sehingga yang perlu diperhatikan adalah salah satu dari empat macam itu tidak bisa ditinggalkan disaat sudah mencapai ke tingkat lain, karena kedudukan mereka laksana berpisah dalam kesatuan dan berkesatuan dalam berkepisahan  

Seringnya kita mendengar tentang kalimat Syari'at, Thariqat, Haqiqat & Ma'rifat, sehingga perlulah bagi kita untuk mengenal kalimat itu masing-masing secara lebih mendalam. sebagian dari kalimat-kalimat perumpamaan dari kalimat diatas sering diumpamakan sebgai telur, pohon kayu dll.

Perumpamaan Telur

  • Syari'at = Kulit luarnya
  • Thariqat = Putih telurnya
  • Hakikat = Merah Telur
  • Ma'rifat = Inti dari merah telu Tidak ada telur tanpa kulit, sebagaimana tasawuf tanpa syariat. Bahkan kulit telur itu mesti diupayakan jangan sampai retak, apalagi pecah. Kalaulah tidak, maka dapat dipastikan seluruh isi telur itu akan membusuk dan tidak berguna lagi.


Perumpamaan Tanaman
Kalau Tashawuf diibaratkan tanaman,
  • Syari'at = Pohon  
  • Thariqatnya = Menyiram, memupuk dan memeliharanya dari hama dan berbagai macam gangguan, agar menghasilkan buah hakikat.
  • Haqiqat = Buah
  • Ma'rifat = Berhasilnya tanaman itu dapat sehingga dapat mencicipi dan menikmati buah tanamannya


Perumpamaan Perjalanan
Orang yang akan atau sedang melakukan perjalanan, ibaratnya sebuah kendaraan.
  • Syariat = Jalan raya yang harus dilalui .
  • Thariqat = adalah jalan-jalan kecil sebagai jurusan yang akhirnya mengarah kepada terminal hakikat.  
  • Terminal = jurusan akhir dari perjalanan
  • Hakikat = tujuan terakhir dari perjalanan

  • Syariat itu bagaikan perahu
  • Thariqat bagaikan lautan
  • Hakikat itu mutiara yang sangat mahal harganya

  • Syari’at adalah perbuatan (jasad) si hamba dalam melaksanakan ibadah kepada Allah harus dengan semurni-murninya ibadah.
  • Thariqat adalah jalan (hati) untuk menuju kesuatu tujuan yang diridhai Allah, dengan hati yang bersih dan ikhlas atas segala perbuatan dan menerima cobaan Allah SWT.
  • Haqiqat (nyawa) adalah tujuan untuk mencapai keridhaan Allah sehingga terbukti adanya “diri yang hakiki” yang kita hanya dapat merasakan dan sadari, bahwa diri yang yang keluar dari diri, sehingga kita dapat membuktikan dengan kesadaran yang hakiki tentang Kekuasaan Allah, tentang Rahasia Alam, tentang Alam Ghaib dan lain-lainnya.
  • Ma’rifat (Rahasia Allah), adalah sampainya suatu tujuan sehingga terwujud suatu kenyataan dan terbukti kebe narannya (tidak diragukan lagi).

Ada yang mengatakan bahwa Perjalanan spiritual justeru dimulai dari MA’RIFAT, ke THARIQAT, lalu ke HAQIQAT dan akhirnya sampai pada SYARIAT.

Mereka mengumpamakan dengan :
  • MA'RIFAT adalah bertemu dan mencairnya kebenaran yang hakiki: yang disimbolkan saat Muhammad SAW bertemu Malaikat Jibril,
  • HAQIQAT saat dia mencoba untuk merenungkan berbagai perintah untuk IQRA,
  • THARIQAT saat Nabi Muhammad SAW berjuang untuk menegakkan jalanNya dan
  • SYARIAT adalah saat Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk sholat saat Isra Mikraj yang merupakan puncak pendakian tertinggi yang harus dilaksanakan oleh umat muslim. karena hal tersebut diatas, sehingga mereka mengatakan SYARIAT SHALAT ADALAH PUNCAK PENDAKIAN SPIRITUAL yang terkadang justeru dilalaikan oleh kaum sufi dan para ahli spiritual. Padahal, Nabi MUHAMMAD SAW memberi tuntunan tidak seperti itu.