“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Surat 31:27)
Jika kita melihat tatanan kehidupan makhluk Tuhan di alam semesta ini, kita akan sangat takjub mengapa misalnya bintang-bintang itu tidak bertabrakan satu sama lain meskipun jumlahnya miliaran tak terhingga. Tatanan ini diatur oleh Allah dengan sangat rapi dan teliti. Tatanan ini diatur oleh suatu aturan yang pasti yang diciptakan Allah sebelum diciptakan-Nya makhluk-makhluk Allah.
Aturan itulah al Quran yang disebut sebagai peringatan bagi semesta alam, sebagaimana disebutkan dalam Surat 81:27, Al Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam dan Surat 38:87, Al Quran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.
Al Quran merupakan petunjuk, sebagaimana disebutkan dalam 2:185, (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Sebagaimana peta yang merupakan petunjuk jalan, maka al Quran juga merupakan petunjuk atas suatu yang nyata. Jika kita melihat Jalan Sudirman pada peta Jakarta, maka ketika kita datangi lokasi yang terdapat pada peta tersebut, maka kita akan melihat langsung wujud Jalan Sudirman tersebut lengkap dengan gedung-gedung yang tinggi di kanan kirinya. Demikian pula al Quran. Al Quran adalah bagaikan peta petunjuk atas sesuatu yang nyata. Al Quran merupakan lingkaran kecil yang merupakan bagian dari lingkaran yang besar dan merupakan petunjuk bagi lingkaran yang lebih besar. Lingkaran yang besar itulah yang dinamakan dengan Lauhul Mahfuzh.
Marilah kita membahas tentang apa itu Lauhul Mahfuzh.
Pertama, Lauhul Mahfuzh adalah kitab yang berisi ilmu-ilmu Allah, dimana tidak ada sesuatu apapun yang ghaib atau tidak diketahui, tidak ditetapkan dan tidak diatur oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 27:75, Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).
Kedua, Lauhul Mahfuzh adalah kitab yang nyata yang ditunjuk oleh al Quran. Al Quran merupakan bagian dari Lauhul Mahfuzh, sebagaimana disebutkan dalam:
Surat 85:21-22, Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.
Surat 56:77-78, Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),
Al Quran juga merupakan peringatan bagi seluruh manusia, sebagaimana disebutkan dalam Surat 45:20, Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.
Mungkin kita semua berpandangan bahwa al Quran diturunkan selama 22 tahun lebih pada masa Nabi Muhammad, namun jika kita perhatikan ayat diatas bahwa al Quran merupakan peringatan bagi alam semesta yang sudah ada sebelum Nabi Adam dan al Quran merupakan petunjuk bagi manusia yang juga telah ada sejak Nabi Adam, maka sebenarnya al Quran diturunkan Allah kepada manusia sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad secara perlahan-lahan sesuai dengan peradaban manusia, sebagaimana disebutkan dalam:
Surat 17:106, Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.
Surat 25:32, Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).
Al Quran sudah tersimpan di Kitab Lauhul Mahfuzh, namun diturunkan kepada manusia sejak Nabi Adam dan disempurnakan hingga Nabi Muhammad secara perlahan-lahan.
Ketiga, Lauhul Mahfuzh merupakan kitab induk atau disebut juga sebagai ummul kitab, karena berisi al Quran dan kitab-kitab lainnya yang secara keseluruhan merupakan ilmu-ilmu Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 43:4, Dan sesungguhnya Al Quran itu dalam induk Al Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.
Keempat, Lauhul Mahfuzh juga berisi hukum ketetapan atau sunnatullah yang mengatur tatanan makhluk dan juga mengatur hukum sebab akibat yang penuh dengan kepastian dan keadilan, sebagaimana disebutkan dalam Surat 13:39, Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).
Semua hukum sunnatullah Allah yang mengatur alam semesta dan manusia tercantum di dalam Lauhul Mahfuzh, yang merupakan ilmu-ilmu Allah, dimana tidak seluruhnya diturunkan kepada jin dan manusia, sebagaimana disebutkan dalam Surat 6:59, Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”
Segala hukum sebab akibat juga merupakan bagian dari kitab Lauhul Mahfuzh.
Rezeki makhluk Allah misalnya, juga dicantumkan dalam Lauhul Mahfuzh, sebagaimana disebutkan dalam Surat 11:6, Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).
Azab, bencana dan Allah yang diturunkan kepada manusia juga merupakan bagian dari hukum sebab akibat yang tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh, sebagaimana disebutkan dalam:
Surat 17:58, Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).
Surat 57:22, Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Hukum sunnatullah bahwa manusia tidak kemudian selesai pada saat kematiannya tetapi harus pula mempertanggung jawabkan perbuatan dalam hidupnya dan kemudian menanggung akibat dari perbuatannya, juga diatur dalam Lauhul Mahfuzh, sebagaimana disebutkan dalam:
Surat 36:12, Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Hukum sunnatullah bahwa tujuan hidup manusia seharusnya untuk mengabdi kepada Allah saja (lihat Surat 51:56 16:51-52) sehingga disumpah Allah untuk tidak mempersekutukan-Nya selama hidup (Lihat Surat 7:172-173) dan pada akhirnya pertanggung jawaban pada saat mati adalah dengan mempertanggung jawabkan ketidak musyrikan, juga tercantum dalam Lauhul Mahfuzh, sebagaimana disebutkan dalam Surat 7:37, Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuzh); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: “Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah?” Orang-orang musyrik itu menjawab: “Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami,” dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.
Setelah kita membahas tentang apa itu Lauhul Mahfuzh dalam tulisan diatas, mungkin timbul pertanyaan di benak pembaca yaitu jika semuanya hingga daun yang gugur telah ditetapkan di Lauhul Mahfuzh dan segala sesuatu hingga yang sekecil-kecilnya sudah ditetapkan dalam Lauhul Mahfuzh, lalu untuk apa kita berbuat dan berusaha?
Jika posisi kita di surga dan neraka sudah ditentukan di dalam Lauhul Mahfuzh, lalu untuk apa berbuat baik?
Apa perbedaan tentang apa yang diatur Allah di dalam al Quran dan apa yang diatur Allah dalam Lauhul Mahfuzh?
Jika al Quran adalah kitab yang sempurna sebagaimana dijelaskan dalam Surat 6:114-116 dan Surat 14:52, lalu mengapa perlu ada kitab lain yang disebut Lauhul Mahfuzh?
Mungkin untuk lebih mudah, kita dapat mempergunakan ilustrasi seperti ini:
Alat hitung kalkulator memuat memori program tentang perhitungan. Jika kita memasukkan 2+2, maka akan keluar hasil 4. Jika kita memasukkan 6-9, maka akan keluar hasil -3. Memori program perhitungan di dalam kalkulator adalah seperti Lauhul Mahfuzh, buku manual dari kalkulator yang menjelaskan cara kerja kalkulator tersebut adalah seperti al Quran dan memasukkan bilangan dalam kalkulator tersebut adalah pilihan manusia. Jika keluar angka plus, maka itu hasil yang baik atau diridhoi Allah dan jika keluar angka minus, maka itu hasil yang buruk atau tidak diridhoi Allah.
Posisi manusia di surga atau neraka tidak ditetapkan sebelumnya dalam Lauhul Mahfuzh, karena jika ditetapkan maka dimana letak keadilan Allah? Al Quran menunjuki bahwa syarat masuk surga adalah beriman dan beramal saleh yang sesuai dengan manual al Quran dan syarat masuk neraka adalah mempersekutukan Allah. Bagi manusia yang telah masuk surga atau telah masuk neraka, maka dia akan menemui bukti bahwa manual al Quran adalah benar dan dia telah membuktikan kebenaran al Quran itu dalam kitab yang nyata yang kemudian setelah terjadi akan tertulis dalam Lauhul Mahfuzh.
Lauhul Mahfuzh adalah kitab yang nyata yang akan membuktikan kebenaran dari al Quran. Saya pada dasarnya sekarang ini sedang menentukan kitab Lauhul Mahfuzh saya sendiri yang kemudian ditulis oleh para malaikat pencatat, sebagaimana disebutkan dalam Surat 80:19, di tangan para penulis (malaikat).
Jika saya beriman dan beramal saleh, maka kelak pasti saya akan mendapatkan kebenaran al Quran yang akan menjadi kitab Lauhul Mahfuzh bagi saya. Kebenaran al Quran akan mengikuti hukum sebab akibat dimana nasib saya yang akan tertulis di dalam kitab Lauhul Mahfuzh akan sepenuhnya bergantung dari perbuatan saya saat ini, apakah sesuai dengan al Quran atau tidak.
Nasib saya yang akan tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh akan tergantung dari kehendak saya untuk mendapatkan kehendak Allah sebagai manusia yang diridhoi. Jika kehendak saya dilaksanakan sesuai dengan kehendak Allah, maka saya pasti akan menjadi manusia yang dikehendaki Allah, sebagaimana disebutkan dalam:
Surat 35:15, Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
Surat 81:29, Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Jika saya melaksanakan kehendak saya berdasarkan hukum Allah di dalam al Quran, maka Allah pasti akan menghendaki saya, sebagaimana tertulis di dalam hukum sebab-akibatnya di Lauhul Mahfuzh.
Misalnya, jika saya bertaubat sesuai dengan melakukan proses taubat sesuai kehendak Allah di dalam al Quran sebagaimana disebutkan dalam Surat 66:8, Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”,
maka pasti saya kemudian akan diampuni Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 2:284, Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kemudian ketika saya benar-benar nantinya akan mendapatkan ampunan dan menjadi manusia yang beruntung karena diampuni Allah, maka itu akan tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh.
Demikian pula yang terjadi ketika misalnya kita ingin mendapatkan petunjuk Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 24:46,Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Masalahnya, ampunan dan petunjuk itu akan merupakan akibat dari suatu proses taubat dan menjemput hidayah yang diridhoi Allah. Sebagai akibat, maka segala sesuatunya akan terjadi setelahnya atau di waktu kemudian, bukan sebelumnya. Banyak manusia yang sekarang meraba-raba, apa betul proses taubat yang dilakukannya pasti diampuni Allah dan apa betul sekarang saya telah dalam posisi ditunjuki Allah ke jalan yang lurus dan mendapatkan kesejahteraan kalau detik ini saya dipanggil Allah?
Disinilah perlunya kita beriman kepada al Quran sebagai sumber kebenaran akan hukum sebab akibat yang ada, dimana petunjuknya ada di al Quran, sebabnya ada di perbuatan kita dan akibatnya akan tertulis di Lauhul Mahfuzh.
Disinilah kita tidak boleh ragu-ragu terhadap kebenaran hukum sebab akibat di dalam al Quran, sebagaimana disebutkan dalam:
Surat 6:114-116, Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui. Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).
Surat 1:1-2, Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
Disinilah kita perlu beriman bahwa Allah adalah yang paling mematuhi hukumnya sendiri dan Maha Menepati Janjinya, sebagaimana disebutkan dalam Surat 4:122, Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah?
Beriman kepada aturan Allah sangat diperlukan karena sebagaimana hukum sebab-akibat, maka akibat akan terjadi ketika sudah terjadi sebab dimana terjadinya akibat akan membutuhkan suatu waktu, bisa berlangsung cepat, bisa juga relatif lebih lama. Namun akibat tidak mungkin dapat terjadi keluar dari hukum sebab-akibat. Hanya kalkulator yang error-lah yang menampilkan 2+2=5, dan hukum Allah tidak mungkin error.
Kebenaran al Quran akan membutuhkan waktu untuk tertulis di dalam Lauhul Mahfuzh, sebagaimana disebutkan dalam Surat 38:88,Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Quran setelah beberapa waktu lagi.
Banyak orang yang menyangka bahwa shadaqallahul adzim atau berarti “Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya” adalah kalimat yang diucapkan ketika selesai membaca al Quran, padahal shadaqallahul adzim adalah kalimat yang terjadi atau kita ucapkan ketika sudah mengalami kebenaran firman Allah di dalam al Quran dalam kehidupan yang nyata.
Dan ketika kita mengalami apa yang diatur dalam al Quran karena sebab perbuatan yang kita lakukan sebelumnya dan kemudian berkata “shadaqallahul adzim”, pada detik itulah takdir kita tertulis di dalam kitab Lauhul Mahfuzh.
Semoga kalimat shadaqallahul adzim dalam hidup kita, ketika kita mati dan ketika kita dibangkitkan hingga selama-lamanya merupakan kalimat yang penuh dengan kesyukuran dan bukan kalimat yang penuh dengan penyesalan. Amiin.